
Surat ini aku buat dalam perjalanan di atas truk perkebunan teh. Hari belum begitu siang. Namun hujan gerimis jatuh cukup kencang. Dalam bak truk berwarna kuning, aku tau nasibku lebih baik dari mereka. Ah, truk bergunjang terus melewati bebatuan gunung yang hitam. Melindas dan menyelinap diantara hujan.
Lindap hati menyangsikan semua janji perubahan. Di sini tak ada panggung politik. Cuma sebatang rokok menghangatkan badan. Menyisakan kenangan masa kecil, bertamasya bersama ayah dan ibu. Duh waktu sangat terburu. Usia berjalan sangat lekas. Di sana, pekuburan khan menanti jasad dimasukan, dalam pelukan tanah dan gigitan ulat.
Sekejap, mata memandang desa dari kejauhan. Hari mulai siang. Ada keramaian di balik bukit teh itu.
Kabarnya, akan ada keriuhan. Biarlah, anak-anak merasakan hari sabtu dengan kegembiraan. Aku maklum, dan merasakan kegembiraan itu.Dari atas truk ini, hujan berjatuhan tambah kencang. Tak ada lagi cerita kemacetan dan kemampatan berpikir. Segera saja, ransel dan alat-alat photography aku keluarkan. Anak-anak berbanjar minta diabadikan. Mereka nampak manis. Hidup, hari itu, terasa sangat menyenangkan.
Nor Pud Binarto
No comments:
Post a Comment