4/19/07

SURAT DARI CIKONENG: Rumah bagi si miskin


Jarak dari kita dan kemiskinan itu tak jauh dari bola mata kita. Sudah bermil-mil kita bertualang ke berbagai sudut dunia. Sekian waktu kita habiskan dengan merasa berkecukupan. Siapa mengira, tak jauh dari rumah kita, anak-anak hanya punya satu harapan; menyelesaikan pendidikan sekolah dasarnya.
Kukira, kita selalu berpaling atau menutup kaca jendela mobil kita. Supir menghantarkan kita dari rumah menuju kantor di lantai tertinggi di jalan sudirman,thamrin atau gatot subroto. Kaki kita hanya bekerja dari pintu rumah ke pintu mobil, turun dari mobil kita dibukakan pintu oleh pak satpam. Ah, cuma sebatas kerjapan mata memandang, sekian generasi tiada harapan selepas sekolah dasar.
Kenapa ? ketika puluhan gagak liar melintas menjelang subuh menjelang, tiada berkedip untuk sekadar menanyakan kabar atau berterimaksih karena kita mendapat kesempatan mengerti; kenapa kemiskinan berlangsung untuk sekian puluh tahun di tempat ini ?
Aku membenturkan pandangan ke dinding bukit mebatu. Cuma hujan dan dingin mengalun seperti orkestra di ujung kematian. Tiada malu aku mati dalam kemewahan. Kedap dalam keberpihakan. Adakah kita merasa kesepian dalam CAHAYA yang terekam dari cerita kemiskinan. Ku meluruskan kaki, sembari meyakini esok khan ada catatan yang tertinggal di samping nisan kuburan.
Dan kita kini tumbuh menjadi sangat renta. Esok anak-anak dari pegunungan akan menjadi dewasa. Semoga ada catatan di buku lama tentang siapa yang melintas di perkebunan. Ku khan mengenang kalian.




Nor Pud Binarto

No comments: